#GazaUnderAttack

Powered by Blogger.

Tausiyah

Dari Abu Amr, -ada juga yang mengatakan- : Abu ‘Amrah, Sufyan bin Abdillah Ats Tsaqofi radhiallahuanhu dia berkata, saya berkata : Wahai Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam, katakan kepada saya tentang Islam sebuah perkataan yang tidak saya tanyakan kepada seorangpun selainmu. Beliau bersabda: Katakanlah: saya beriman kepada Allah, kemudian berpegang teguh (istiqomahlah. (Riwayat Muslim)

"Tugas kita adalah menyalakan lilin, bukan mencela kegelapan" Anis Matta (Barang kali kita memang tidak bisa mengubah keadaan, tetapi bukankah kita bisa mengubah sikap dalam menghadapinya..)

"Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka dan Kami tambahkan kepada mereka petunjuk” (QS. Al-Kahfi:13)

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara kaffah (keseluruhan), dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (Al-Baqarah: 208)

“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong pada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau, karena sesungguhnya Engkaulah Maha Pemberi (karunia)."(QS. Ali Imran : 8)

Twitter

#SavePalestine



Live Traffic Map

Live Traffic Feed

loading...

Sunday, April 18, 2010

Andai Aku Jatuh Cinta

Allahu Rabbi aku minta izin
Bila suatu saat aku jatuh cinta
Jangan biarkan cinta untuk-Mu berkurang
Hingga membuat lalai akan adanya Engkau

Allahu Rabbi
Aku punya pinta
Bila suatu saat aku jatuh cinta
Penuhilah hatiku dengan bilangan cinta-Mu yang tak terbatas
Biar rasaku pada-Mu tetap utuh

Allahu Rabbi
Izinkanlah bila suatu saat aku jatuh cinta
Pilihkan untukku seseorang yang hatinya penuh dengan
kasih-Mu
dan membuatku semakin mengagumi-Mu

Allahu Rabbi
Bila suatu saat aku jatuh hati
Pertemukanlah kami
Berilah kami kesempatan untuk lebih mendekati cinta-Mu

Allahu Rabbi
Pintaku terakhir adalah seandainya kujatuh hati
Jangan pernah Kau palingkan wajah-Mu dariku
Anugerahkanlah aku cinta-Mu...
Cinta yang tak pernah pupus oleh waktu

Amin !
Read more...
separador

Sunday, April 11, 2010

Kepada Apa Kami Menyeru

Tujuan Hidup Manusia Dalam Al-Qur’an
Al-Qur’an menjelaskan bahwa sebagian manusia menjadikan makan dan kesenangan yang lain sebagai tujuan hidupnya

sebagian manusia yang menjadikan penyebaran fitnah, kejahatan, dan kerusakan sebagian tujuan hidupnya
Allah telah membersihkan kaum mukminin dari tujuan-tujuan buruk itu dan mencanangkan untuk mereka sebuah tujuan yang lebih mulia lagi luhur. Di atas pundak mereka Allah meletakkan beban besar yang sangat luhur; yaitu tugas membawa manusia ke jalan kebenaran, membimbing mereka ke jalan kebaikan, menerangi seluruh penjuru dunia dengan matahari Islam

Mandat Suci Itu Berarti Pengorbanan, Bukan Pemanfaatan
dalam mencapai tujuan suci, kaum muslimin rela menjual jiwa dan hartanya kepada Allah swt. dengan keimanannya mereka merasa tak berhak lagi atas jiwa dan hartanya. Keduanya telah menjadi wakaf di jalan Allah demi mensukseskan dakwah dan menyampaikannya kepada segenap hati manusia.

Di Manakah Kaum Muslimin dari Tujuan Itu?
Umat muslim telah menjadi tawanan syahwat dan budak keserakahan, dengan hanya memikirkan makanan lezat, kendaraan megah, perhiasan mewah, tidur nyenyak, istri cantik, penampilan parlente dan gelar-gelar palsu.

Tujuan Adalah Dasar, Perbuatan Adalah Buahnya
Tujuan adalah dasar yang mendorong kita sepanjang perjalanan. Tapi karena tujuan itu masih samar bagi umat Islam, maka wajib bagi kita untuk menjelaskan dan menerangkannya, tujuan kita adalah memimpin dunia, dan membimbing manusia kepada ajaran Islam yang syamil, di mana manusia tidak mungkin menemukan kebahagiaan kecuali bersamanya

Sumber-Sumber Tujuan Kami
Bersumber  dalam tiap ayat Al-Qur’an; menampakkan diri dalam hadits-hadits Rasulullah saw.; tergambar dalam tindakan dan perilaku generasi pertama Islam

Mereka Bertanya
Kader ikhwan wakafkan kepadanya segenap potensinya, bahkan harta dan jiwa untuk kebaikan dunia dan akhirat, melebur berikut harta dan jiwa dalam tujuan besar itu. Semua demi membahagiakan umat dan saudara-saudara kami. Di jalan panjang itu lupakan segala kesenangan, bahkan terkadang untuk anak-anak sendiri sekalipun
kader-kader Ikhwan; mereka begadang ketika semua orang tertidur lelap, mereka gelisah di saat semua orang lengah

Dari Mana Sumber Dana?
Setiap anggota Ikhwan selalu menyisihkan anggaran belanja keluarga untuk dakwah, dengan mengirit dalam pemenuhan kebutuhan pokok keluarga dan anak-anaknya.

Kami Dan Politik
Kami menyeru kalian kepada Islam, kepada ajaran-ajarannya dan kepada hukum-hukumnya. Jika seruan itu kalian anggap sebagai politik, maka itulah politik kami. Dan jika orang yang menyeru kalian kepada itu semua kalian katakan sebagai politikus, maka alhamdulillah kami adalah politikus yang paling ulung.

Apakah Dasar Kebangsaan?
Tidakkah engkau melihat bahwa dalam ayat-ayat tersebut, Allah telah menisbatkanmu kepada diri-Nya, memberimu keutamaan ketika berada dalam perlindungan-Nya dan membanjirimu dengan lautan keperkasaan-Nya
Tak Ada Kehormatan Selain Itu
menisbatkan nasab kepada Allah, berarti Anda lelah memperoleh semua makna kehormatan dan wibawa yang diimpikan oleh setiap orang

Sumber Kekuatan Terbesar
iman yang senantiasa penuh keyakinan akan keberhasilan, hingga tak ada lagi rasa takut kepada orang, bahkan juga kepada segenap alam, walaupun mereka bersatu, hendak merampas aqidah dan menodai ideologimu

Kebangsaan Kami Adalah Nasab Universal
menisbatkan nasabnya (berafiliasi) kepada Allah, yaitu persaudaraan antar suku bangsa, yang akan mematikan fanatisme kesukuan yang membinasakan

Misi Seorang Muslim
untuk ruku’ dan sujud serta mendirikan shalat yang merupakan intisari ibadah, tiang Islam dan simbol yang paling menonjol. Allah juga memerintahkan mereka untuk menyembah-Nya dan tidak menjadikan sesuatu pun sebagai sekutu bagi-Nya. Allah juga memerintahkan mereka melakukan perbuatan baik semampu mereka, yang dengan itu, sesungguhnya Allah juga hendak melarang mereka melakukan kejahatan

Rahib Di Malam Hari, Dan Penunggang Kuda Di Siang Hari
hubungan antara kewajiban individu –seperti shalat dan puasa– dengan kewajiban sosial; bahwa kewajiban pertama adalah sarana menuju terlaksananya kewajiban kedua, dan bahwa aqidah yang benar adalah pondasi keduanya. Seseorang tidak dibenarkan meninggalkan kewajiban individu dengan alasan sibuk melaksanakan kewajiban sosial, juga sebaliknya, seseorang tidak dibenarkan meninggalkan kewajiban sosial dengan alasan sibuk melaksanakan kewajiban individu, sibuk beribadah dan berhubungan dengan Allah. Sungguh suatu formula yang seimbang dan sempurna

Dari Mana Kita Harus Memulai
Kekuatan jiwa itu terekspresikan dalam beberapa hal sebagai berikut; tekad membaja yang tak pernah melemah, kesetiaan yang teguh dan tidak tersusupi oleh pengkhianatan, pengorbanan yang tidak terbatasi oleh keserakahan dan kekikiran, pengetahuan dan keyakinan, serta penghormatan yang tinggi terhadap ideologi yang diperjuangkan.

Jalan Itu Sudah Jelas
Ikhwanul Muslimin yakin sepenuhnya, bahwa ketika Allah menurunkan Al-Qur’an, menyuruh hamba-hamba-Nya mengikuti Muhammad saw., dan meridhai Islam sebagai agama bagi mereka, sesungguhnya Ia telah meletakkan seluruh dasar yang mutlak dibutuhkan bagi kehidupan, kebangkitan dan kesejahteraan umat manusia

Perangilah Hedonisme
Hedonisme (orientasi hidup yang memburu kesenangan) kini menjadi paham yang begitu laris dianut oleh masyarakat. Tiap hari mereka hanya bersenang-senang, hura-hura di jalan-jalan, di klab-klab malam, tempat-tempat wisata musim panas; yang semua itu bertentangan dengan wasiat Islam agar kita selalu memiliki sikap iffah, luhur, suci, senantiasa sungguh-sungguh dalam semua urusan, dan meninggalkan semua bentuk keterlenaan.

“Sesungguhnya Allah mencintai (mereka yang selalu berusaha melakukan dan menyelesaikan) urusan-urusan yang besar, dan membenci (mereka yang selalu berusaha melakukan dan menyelesaikan) urusan-urusan yang remeh (rendah nilainya).”
Umat Islam harus berusaha sekuat tenaga untuk membasmi semua gejala kerusakan sosial. Mereka tidak boleh lemah dan berhenti melakukan itu

Aturlah Pendidikan
Setiap umat dan bangsa Islam tentu memiliki strategi pendidikan guna membangun pemuda dan generasi masa depan yang tangguh yang merupakan tumpuan hidup umat baru itu. Oleh karenanya sistem pendidikan harus dibangun di atas kerangka dasar yang kuat yang memungkinkan generasi muda memiliki imunitas keislaman, kesempurnaan akhlaq, pengetahuan yang memadai tentang ajaran-ajaran agama mereka, dan kebanggaan terhadap kejayaan peradabannya yang luas.

Inilah sebagian kecil prinsip yang diperjuangkan Ikhwanul Muslimin. Mereka menyeru umat Islam, baik penguasa maupun rakyat, pemerintah maupun bangsa, agar membangun proses kebangkitannya di atas dasar prinsip-prinsip itu. Dalam rangka mencapai tujuan Islam yang agung itu mereka menempuh satu cara; yakni menjelaskan keistimewaan ajaran-ajaran Islam. Sehingga bila suatu saat umat telah menerima dan meyakininya, maka dengan sendirinya mereka akan merealisasikannya dalam kehidupan nyata.

Dayagunakanlah Persaudaraan Kalian
Iman dalam dada telah menumbuhkan rasa cinta, kedekatan, dan persaudaraan yang paling luhur dan abadi di antara mereka. Mereka ibarat satu tubuh, satu hati, dan satu tangan

persaudaraan Islam telah menjadikan setiap muslim percaya bahwa setiap jengkal tanah di mana di situ terdapat manusia yang memeluk agama Islam, maka jengkal tanah itu adalah bagian dari tanah air Islam. Karenanya Islam mewajibkan setiap mereka bekerja untuk melindunginya dan berupaya membahagiakan warganya, itulah tapal batas negeri Islam. Tapal batas yang terlepas dari sekat-sekat geografis dari apa yang disebut tanah tumpah darah. Negeri Islam itu adalah sebentuk kedaulatan ideologi agung dan agama suci; ia merupakan sekumpulan hakikat yang dijadikan Allah sebagai petunjuk dan cahaya bagi dunia ini


Read more...
separador

Saturday, April 10, 2010

Kisah Gadis Kecil dan Hasan Al-Bashri

Sore itu Hasan al-Bashri sedang duduk-duduk di teras rumahnya. Rupanya ia sedang bersantai makan angin. Tak lama setelah ia duduk bersantai, lewat jenazah dengan iring-iringan pelayat di belakangnya. Di bawah keranda jenazah yang sedang diusung berjalan gadis kecil sambil terisak-isak. Rambutnya tampak kusut dan terurai, tak beraturan.
Al-Bashri tertarik penampilan gadis kecil tadi. Ia turun dari rumahnya dan turut dalam iring-iringan. Ia berjalan di belakang gadis kecil itu. Di antara tangisan gadis itu terdengar kata-kata yang menggambarkan kesedihan hatinya. “Ayah, baru kali ini aku mengalami peristiwa seperti ini.” Hasan al-Bashri menyahut ucapan sang gadis kecil, “Ayahmu juga sebelumnyatak mengalami peristiwa seperti ini.”

Keesokan harinya, usai salat subuh, ketika matahari menampakkan dirinya di ufuk timur, sebagaimana biasanya Al-Bashri duduk di teras rumahnya. Sejurus kemudian, gadis kecil kemarin melintas ke arah makan ayahnya. “Gadis kecil yang bijak,” gumam Al-Bashri. “Aku akan ikuti gadis kecil itu.”

Gadis kecil itu tiba di makan ayahnya. Al-Bashri bersembunyi di balik pohon, mengamati gerak-geriknya secara diam-diam. Gadis kecil itu berjongkok di pinggir gundukan tanah makam. Ia menempelkan pipinya ke atas gundukan tanah itu. Sejurus kemudian, ia meratap dengan kata-kata yang terdengar sekali oleh Al-Bashri. “Ayah, bagaimana keadaanmu tinggal sendirian dalam kubur yang gelap gulita tanpa pelita dan tanpa pelipur? Ayah, kemarin malam kunyalakan lampu untukmu, semalam siapa yang menyalakannya untukmu? Kemarin masih kubentangkan tikar, kini siapa yang melakukannya, Ayah? Kemarin malam aku masih memijat kaki dan tanganmu, siapa yang memijatmu semalam, Ayah? Kemarin aku yang memberimu minum, siapa yang memberimu minum tadi malam?

Kemarin malam aku membalikkan badanmu dari sisi yang satu ke sisi yang lain agar engkau merasa nyaman, siapa yang melakukannya untukmu semalam, Ayah?” “Kemarin malam aku yang menyelimuti engkau, siapakah yang menyelimuti engkau semalam, ayah? Ayah, kemarin malam kuperhatikan wajahmu, siapakah yang memperhatikan tadi malam Ayah? Kemarin malam kau memanggilku dan aku menyahut penggilanmu, lantas siapa yang menjawab panggilanmu tadi malam Ayah? Kemarin aku suapi engkau saat kau ingin makan, siapakah yang menyuapimu semalam, Ayah? kemarin malam aku memasakkan aneka macam makanan untukmu Ayah, tadi malam siapa yang memasakkanmu?”

Mendengar rintihan gadis kecil itu, Hasan al-Bashri tak tahan menahan tangisnya. Keluarlah ia dari tempat persembunyiannya, lalu menyambut kata-kata gadis kecil itu. “Hai, gadis kecil! jangan berkata seperti itu. Tetapi, ucapkanlah, “Ayah, kuhadapkan engkau ke arah kiblat, apakah kau masih seperti itu atau telah berubah, Ayah?

Kami kafani engkau dengan kafan yang terbaik, masih utuhkan kain kafan itu, atau telah tercabik-cabik, Ayah? Kuletakkan engkau di dalam kubur dengan badan yang utuh, apakah masih demikian, atau cacing tanah telah menyantapmu, Ayah?”

“Ulama mengatakan bahwa hamba yang mati ditanyakan imannya. Ada yang menjawab dan ada juga yang tidak menjawab. Bagaimana dengan engkau, Ayah? Apakah engkau bisa mempertanggungjawabkan imanmu, Ayah? Ataukah, engkau tidak berdaya?”

“Ulama mengatakan bahwa mereka yang mati akan diganti kain kafannya dengan kain kafan dari sorga atau dari neraka. Engkau mendapat kain kafan dari mana, Ayah?”

“Ulama mengatakan bahwa kubur sebagai taman sorga atau jurang menuju neraka. Kubur kadang membelai orang mati seperti kasih ibu, atau terkadang menghimpitnya sebagai tulang-belulang berserakan. Apakah engkau dibelai atau dimarahi, Ayah?”

“Ayah, kata ulama, orang yang dikebumikan menyesal mengapa tidak memperbanyak amal baik. Orang yang ingkar menyesal dengan tumpukan maksiatnya. Apakah engkau menyesal karena kejelekanmu ataukah karena amal baikmu yang sedikit, Ayah?”

“Jika kupanggil, engkau selalu menyahut. Kini aku memanggilmu di atas gundukan kuburmu, lalu mengapa aku tak bisa mendengar sahutanmu, Ayah?” “Ayah, engkau sudah tiada. Aku sudah tidak bisa menemuimu lagi hingga hari kiamat nanti. Wahai Allah, janganlah Kau rintangi pertemuanku dengan ayahku di akhirat nanti.”

Gadis kecil itu menengok kepada Hasan al-Bashri seraya berkata, “Betapa indah ratapanmu kepada ayahku. Betapa baik bimbingan yang telah kuterima. Engkau ingatkan aku dari lelap lalai.”

Kemudian, Hasan al-Bashri dan gadis kecil itu meninggalkan makam. Mereka pulang sembari berderai tangis.
Read more...
separador

Etika Da'i

Tidak ada kerja yang paling mulia di muka bumi ini selain kerja kepada Allah yaitu da’wah (QS 41: 34), dan kerja ini bukan profesi tapi kerja setiap pribadi mu’min, bisa dengan lisan, tulisan, harta, jabatan, seni, atau potensi apa pun yang Allah karuniakan kepada mu’min itu. Semua akan menjadi alat da’wah. Amal mulia ini membutuhkan kriteria mulia pula :

Pertama, Ikhlas ; (QS 98:5) sehingga perjalanan da’wah ini bertabur berkah (QS 37;99) diantaranya banyak manusia hijrah melalui da’wahnya. Sekali pun demikian tidak membuat dia “geer”, justru membuat dia semakin bersyukur.

Kedua, Teladan, inilah power da’wah sebenarnya. Apa yang ada dihatinya, itulah yang dia ucapkan, apa yang diucapkan itulah yang diamalkan karena dia tahu besarlah kemurkaan Allah kepada mereka yang tidak konsekwen (QS 61:3). Bukan hanya bisa memberi contoh tapi dirinya pun menjadi contoh bagi ummatnya.

Ketiga, ‘Aabid, ahli ibadah sebaik-baik juru da’wah adalah Rasulullah. Beliau tidak pernah putus berdzikir (QS 33: 41-44), tahajjud (QS 17: 79), berjama’ah dimasjid (QS 9:18), menjaga wudhu, puasa sunnah, dan sebagainya. Kekhusyuan dan kesenangan ibadah membuat hati bersih, pikiran jernih, bicara pun menjadi hikmah, akhlak pun mulia.

Keempat, Istiqomah dan Tsiqqoh (QS 41:30), komitmen dan konsisten, tidak ragu, tidak rapuh, tidak minder, apalagi riya, tidak mudah tergoda, tidak memilah milih tempat atau siapa yang mengundang dan sungguh aib besar mereka yang menentukan tarif da’wahnya. Mereka yang dicintai akan dihargai, tapi mereka yang minta dihargai tidak akan dicintai oleh ummat.

Kelima, Cinta kepada ummatnya luar biasa, memang keluarganya menjadi perhatian pertama, tetapi ummat baginya adalah yang utama. Dia persiapkan keluarganya untuk menjadi keluarga dan generasi da’wah. Perhatian dan do’anya kepada ummat menjadi nafasnya (QS 9:128). Kalau pun dia berdo’a untuk dirinya juga efeknya untuk ummat, “Ya Allah terimalah aku sebagai hamba-Mu dan jadikanlah hamba sebagai alat-Mu yang membuat banyak manusia mendekat kepada-Mu”. Ingat kecaman Rasulullah, da’i yang berdo’a hanya untuk dirinya, sungguh ia diam-diam telah mengkhianati ummatnya. Tidak heran perhatian dan do’a da’i itu hanya untuk ummatnya. Saudara-saudaranya di Palestina, Afganistan, Iraq, Khasmir, dan seterusnya, do’anya pun diakhiri dengan “waj ‘alna minhum” jadikan kami barisan mereka para mujahidin.

Keenam, Tidak merasa paling suci (QS 53: 32), sibuknya asyik memperbaiki diri dan paling cepat koreksi diri kalau belum berhasil memperbaiki ummatnya. Ingat “sebiadab-biadab manusia selama dia hidup masih ada peluang hidayah Allah, demikian sebaliknya, sealim-alim manusia selama dia hidup ada peluang kufur”. Inilah membuat dia semakin berselera berda’wah.

Ketujuh, Paham fiqih da’wah, ada tabligh, ta’lim, tarbiyah, dia tahu setiap tempat ada perkataan dan dia pun berbahasa sesuai dengan kemampuan ummatnya (QS 14:4) bukan hanya menyampaikan tetapi yang penting sampai. “Think globally but act locally” berfikir global tetapi bersikap local, itulah pribadi yang rendah hati. Inilah da’wah global di desa dunia ini.

Kedelapan, Terus semangat belajar sebagaimana semangatnya mengajar (QS 3: 79). Semakin dia ingin da’wahnya berhasil maka semakin semangat belajarnya. Tidak ada cara yang paling jitu menghilangkan keangkuhan diri dan kebodohan selain duduk mengaji lagi. Belajar pada seniornya, sayang pada sesama juru da’wah, menghormati perbedaan mana yang kontroversi dan mana yang variasi. Mengutamakan da’wah, ukhuwah, dan silaturrahim. Inilah generasi robbani yang dirindukan negeri tercinta ini.

(Ustadz Muhammad arifin ilham)
Read more...
separador

Perangkat-Perangkat Tarbiyah

Tarbiyah Islamiyah adalah proses penyiapan manusia yang shalih agar tercipta suatu keseimbangan dalam potensi,tujuan,ucapan,dan tindakan secara keseluruhan.

Tujuan tarbiyah islamiyah secara umum adalah menciptakan kondisi yang kondusif bagi manusia untuk dapat hidup di dunia secara lurus dan baik, serta hidup di akhirat dengan naungan dan ridha dari Allah SWT.

Poin-poin tujuan tarbiyah itu:
1. Ibadah (QS.Adz-dzariat 56)
2. Tegaknya Khilafah Allah di muka bumi (Qs. Al-Baqarah 30)
3. Saling mengenal sesama manusia (Qs Al-hujurat 13)
4. Kepemimpinan dunia (Qs. An-nur 55)
5. Menghukum dengan syariat (Qs. Al-Jatsiyah 18 dan Qs. Al-maidah 49)

Perangkat tarbiyah yang digunakan beragam dan secara bertahap. Beragam berarti ada yang umum dan ada yang khusus. Bertahap dari keterikatan secara umum, lalu keterikatan dalam persaudaraan, kerterikatan dalam aktivitas, hingga keterikatan dalam jihad.

Dimensi fundamental dalam tarbiyah adalah manhaj yang jelas, perangkat yang komprehensif, dan adanya pemimpin yang tegas,terpercaya.

Manhaj yang jelas adalah manhaj yang sesuai dengan Kitabullah, sunah rasul-Nya, hokum-hukum islam yang bersih dari bid’ah dan segala bentuk penyimpangannya

Perangkat-perangkat tatbiyah yang digunakan dan yang komprehensif itu diantaranya:

1. Usrah
Bagi ikhwanul muslimin usrah merupakan bata-bata pertama dalam bangunan jamaah. Pondasi dalam tarbiyah yang terpenting. Merupakan bentuk tarbiyah terkecil namun paling penting dalam membangun karakter anggotanya / ikhwah.

Usrah dapat dikatakan sebagai kumpulan orang yang terikat dengan kepentingan bersama, anggotanya seperti sebuah keluarga dan kerabatnya, menjadi perisai perlindungan yang kokoh bagi anggotanya.
Tujuan usrah secara umum adalah membentuk kepribadian islami secara integral pada setiap individu muslim, mentarbiyah, dan mengembangkannya sesuai etika dan nilai islam.

Aspek kepribadian yang penting adalah aqidah, ibadah, moral,dan wawasan pengetahuan.
Usrah yang baik adalah usrah yang produktif yang banyak melahirkan kader calon naqib ( murobi atau pemimpin usrah).
Rukun-rukun usrah:
- Ta aruf (saling mengenal)
- Tafahum (saling memahami)
- Takaful (saling menanggung beban)

2. Katibah
Merupakan pola spesifik dalam mentarbiyah sekolompok anggota yang bertumpu pada tarbiyah ruhani, pelembutan hati, penyucian jiwa, dan membiasakan fisik beserta seluruh anggota badan untuk melaksannkan ibadah secara umum, juga tahajud, dzikir, tadabur, dan berpikir kritis.

Dalam jamaah ikhwah, katibah berarti kumpulan beberapa usrah. Setiap katibah harus selesai programnya dalam 40 pekan atau 40 kali pertemuan.

Tujuan katibah secara umum adalah menciptakan keharmoniann bangunan kepribadian islam yang utuh pada seseorang, dekat dengan Allah, taat kepada-Nya.

3. Rihlah
Katibah dan rihlah merupakan tarbiyah kolektif. Rihlah lebih tercurah pada aspek fisik. Umumnya dilakukan setiap sekali sebulan, biasanya dimulai setelah shalat subuh dan berakhir pada saat maghrib.

Di dalam rihlah para peserta diberi kebebasan bergerak, berolah raga, berlatih, bersabar untuk bekerja secara sungguh-sungguh, serta menahan rasa haus dan lapar dengan kadar yang tidak mungkin diperoleh dalam pertemuan usrah, tidak juga katibah.

Dilihat dari tipe peserta, ada beberapa macam rihlah:
1. Rihlah para aktivis
2. Rihlah keluarga ikhwah
3. Rihlah putra ikhwah
4. Rihlh putri ikhwah
5. Rihlah da’i ikhwah

4. Mukhayam / Mu’asykar
Mukhayam / Mu’asyakar dalam sejarah jamaah ikhwah merupakan penerapan dan pengembangan dari sistem jawalah. System jawalah adalah pengembangan dari kelompok rihlah.

Tujuan Mukhayam secara umum ada tiga pokok:
1. Pengumpulan . meliputi pengumpulan tingkat kaum muslim secara umum,tingkat aktivis ikhwah dari berbagai usrah, tingkat para pemimpin ikhwah, hingga tingkat internasional.
2. Tarbiyah. Memeberi celupan kehidupan pribadi peserta dengan celupan islam.
3. Latihan. Melatih interaksi, fisik, tanggung jawab, manajemen mukhayam melatih menjaga kerahasiaan, dan sebagainya.

5. Daurah
Merupakan aktivitas berkala, dilaksanakan pada setiap waktu tertentu secara rutin.

Aktivitasnya mengumpulkan sejumlah ikhwah yang relatif banyak di suatu tempat untuk mendengarkan ceramah, kajian, dan pelatihan tentang suatu masalah dengan tema tertentu yang dirasa penting bagi keberhalangsungan amalan islami.

Daurah adalah forum untuk studi intensif suatu tema, baik berupa kajian ilmiah maupun pelatihan yang dimaksudkan agar peserta memiliki pengetahuan mendalam dan seoptimal yang mungkin diperoleh melalui asuhan para ulama dan spesialis.

Contohnya daurah manajemen, daurah dakwah fardiyah, dan daurah fikih dakwah
Setiap daurah harus mampu mewujudkan tujuan umumnya, kemudian mewujudkan target khusus sesuai dengan tema daurah yang diselenggarakan

6. Nadwah
Nadwah secara umum artinya sekumpulan orang.

Nadwah merupakan pertemuan yang menghimpun sejumlah pakar dan para spesialis untuk mengkaji suatu tema ilmiah atau persoalan. Di mana setiap mereka memberikan pendapatnya dengan argumentasi dan bukti-bukti.

Yang diundang tidak harus dari kalangan ikhwah, bisa praktisi, ulama, pakar, dan spesialis untuk mengkaji suatu persoalan.

Sasaran nadwah adalah pengetahuan dan wawasan pemikiran.

7. Muktamar
Muktamar secara bahasa adalah tempat musyawarah.

Muktamar secara umum ada dua:
1. Muktamar resmi. Forum resmi dengan peserta tertentu untuk kepentingan tertentu. Contohnya muktamar yang membahas persoalan Palestina
2. Muktamar umum. Pesertanya umum. Mengkaji suatu tema dan saling bertukar pendapat untuk membuat suatu rekomendasi yang perlu disebarluaskan.

Selain itu ada muktamar khusus jamaah khusus bagi anggota ikhwah yang diselenggarakan oleh jamaah ikhwah.

Kelebihan muktamar adalah mampu menampung sejumlah besar pakar, terlibat dalam pembahasan dan kajian. Peserta yang ikut, terlibat dalam diskusi dan dialog dengan seluruh anggota muktamar.

Ketujuh perangkat tarbiyah diatas memiliki tujuan-tujuan umum dan khusus serta dilaksanakan dengan manajemen yang berbeda. Ada syarat- syarat menjadi pelaksana dalam setiap kegiatannya serta syarat pemimpin yang bertanggung jawab pada setiap perangkat tarbiyah.
Read more...
separador

Takdir dan Tawakkal


Al-Qhadar        : Ketetapan yang Allah buat jauh sebelum semuanya ada (dalam Kitab Lauhul Mahfuz)
Al-Qadar         : Keputusan Allah




Qadha  -->  Usaha (perencanaan manusia)  --> Qadar

Tidak semua hal yang Allah kehendaki/izinkan itu Allah ridhoi

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”
(QS. Al-Baqarah : 216)

Takdir yang Disalahpahami

Selama hidupnya, orang terus-menerus merencanakan masa depan mereka, bahkan keesokan harinya atau sejam berikutnya. Pada waktu tertentu, rencana ini berjalan seperti apa yang direncanakan. Tetapi, kadangkala mereka tak dapat mencapainya karena hal-hal yang tidak diharapkan. Mereka yang jauh dari ajaran Islam mengangap hal tersebut sebagai kesulitan yang tidak disengaja.
Sebenarnya, tak ada rencana yang pasti terselesaikan, ataupun kesulitan yang tak dapat dicegah. Semua kejadian yang dihadapi seseorang dalam hidupnya telah ditentukan sebelumnya oleh Allah dalam takdirnya. Hal ini disebutkan dalam ayat berikut,

“Dia meengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya (laamanya) adalah seribu tahun menurut perhitunganmu.” (as-Sajdah: 5)

“Sesungguhnya, Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.” (al-Qamar: 49)

Seorang mukmin salah mengira bahwa hari-hari yang dilaluinya adalah apa yang telah ia rencanakan sebelumnya. Kenyataan sebenarnya adalah bahwa ia hanya menyesuaikan diri dengan takdir Allah yang telah ditetapkan atasnya. Bahkan jika seseorang mengira bahwa ia telah berperan dalam sebuah situasi, ia menganggap ia dapat mengubah takdirnya. Sebenarnya ia mengalami momen lain yang telah ditakdirkan untuknya. Tak ada satu waktupun dalam kehidupan kita terjadi di luar takdir. Seseorang yang sedang koma, tak lama kemudian meninggal karena Allah telah mentakdirkannya demikian. Sedangkan orang dengan kondisi yang sama sembuh berbulan-bulan kemudian karena ia telah ditakdirkan demikian pula.
Bagi orang yang tak benar-benar mengerti arti takdir, semua peristiwa terjadi karena ketidaksengajaan. Ia salah mengasumsikan bahwa segala yang ada di alam semesta ini mandiri keberadaannya. Itulah mengapa ketika ia terkena bencana, ia menganggapnya sebagai suatu kesialan.
Meski demikian, manusia terbatas kearifan dan pemahamannya, ia bahkan dibatasi oleh ruang dan waktu. Di sisi lain, semua yang menimpa seseorang telah direncanakan oleh Allah swt., Pemilik Kebijaksanaan Yang Tak Terbatas, Dia yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu.

“Tak ada suatu bencanapun yang menimpa di muka bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfudz) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya, yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (al-Hadiid: 22)

Pada dasarnya, apa yang harus dilakukan seseorang adalah menyerahkan dirinya pada akdir yang telah ditetapkan oleh penciptanya, dan tetap menyadari bahwa segalanya akan berakhir. Sesungguhnya, orang yang benar keimanannya menggunakan setiap detik kehidupan mereka dengan mengakui kenyataan bahwa apa pun yang terjadi, semuanya merupakan bagian dari takdir mereka, dan bahwa Allah telah merencanakan keadaan tersebut dengan maksud-maksud tertentu. Mereka terus mengambil manfaat dari pandangan yang positif ini. Mereka bahkan menilainya sebagai suatu kebaikan. Akhlaq mulia dan penyerahan diri total yang dijalankan oleh orang-orang beriman dijelaskan di dalam Al-Qur`an sebagai berikut,

“Katakanlah, ‘Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami. Dialah Pelindung kami, dan hanyalah kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal.” (at-Taubah: 51)

Pada akhirnya, seseorang tidak akan pernah bisa mencegah terjadinya suatu peristiwa, baik ia menilainya sebagai suatu kebaikan ataupun keburukan. Jika ia melihat kebaikan dalam segala hal, maka ia akan selalu mendapatkan manfaat. Jika sebaliknya, ia hanya akan membahayakan dirinya sendiri. Menyesal atau memberontak tak akan mengubah apa pun dalam takdir seseorang. Karena itulah, tanggung jawab seorang manusia sebagai abdi Allah adalah untuk menyerahkan dirinya kepada keadilannya yang tak terbatas dan takdir yang telah ditentukan-Nya demi untuk menghargai semua peristiwa sebagai suatu kebaikan dan orang yang demikian menyaksikan takdirnya dengan hati yang tenang dan damai.

Setan Berusaha Menghalangi Manusia untuk Menyadari Kebaikan

Di dalam Al-Qur`an, Allah mengatakan bahwa setan sangatlah kufur dan suka melawan. Kita juga belajar dari Al-Qur`an bahwa setan akan mendekati manusia dari setiap arah dan ia akan berusaha dengan segala cara untuk membawa manusia kepada kebejatan moral. Metode yang paling sering dilakukan setan dalam rencana jahatnya adalah menghalangi manusia dari melihat kebaikan dalam segala peristiwa yang menimpanya. Dengan cara demikian, ia juga berusaha untuk menyesatkan manusia kepada pemberontakan dan kekufuran. Orang yang tidak mampu memahami keindahan akhlaq Al-Qur`an akan jauh dari ajaran Islam dan mereka yang menghabiskan hidup mereka untuk mengejar kesia-siaan dan melupakan akhirat akan mudah jatuh ke dalam perangkap setan.
Setan menyerang kelemahan manusia dan membisikkan tipu daya yang menyenangkan kepada manusia. Ia memanggilnya untuk melawan Allah dan takdir-Nya. Sebagai contoh, seorang mungkin tidak akan merasa kesulitan untuk melihat bahwa tetangganya terkena musibah karena itu adalah bagian dari takdirnya. Namun, dia mungkin tidak bersikap demikian saat ia atau kelurganya tertimpa musibah yang sama. Karena hasutan setan, ia lebih mudah melawan kepada Allah. Seseorang harus melatih kesabarannya supaya ia dapat berusaha melihat kebaikan dalam semua peristiwa, untuk menunjukkan ketundukan dan kepercayaannya kepada Allah. Ketidakmampuan untuk melatih kesadaran seseorang hanya akan membawa kepada sikap yang salah.
Usaha setan untuuk menghalangi manusia untuk melihat kebaikan dengan perbuatan mereka sendiri. Sebagai contoh, setan berusaha untuk meletakkan rasa takut di dalam hati seseorang yang ingin memanfaatkan kekayaannya karena Allah. Godaan setan ini disebutkan di dalam ayat berikut,

“Setan menjanjikan (manakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Mahaluas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (al-Baqarah: 268)

Bagaimanapun juga, semua perasaan itu adalah sia-sia. Rencana rahasia setan ini tidak dapat mempengaruhi orang-orang beriman, karena tujuan mereka dalam menggunakan kekayaannya bukanlah untuk mendapatkan keuntungan dunia ataupun kesenangannya sendiri. Tujuan utamanya adalah untuk mendapatkan keridhaan Allah, rahmat, dan jannah-Nya. Karena itulah, setan tidak dapat menipu orang-orang beriman dengan bisikan yang sia-sia. Dalam ayat berikut dinyatakan bahwa setan tidak dapat mempengaruhi orang-orang beriman,

“Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan syaitan, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya, Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Sesungguhnya, orang-orang yang bertaqwa bila mereka ditimpa was-was dari syaitan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya.” (al-A’raaf: 200-201)

Dari hal-hal tersebut di atas, kita harus memahami bahwa setan memakai dua cara untuk menghalangi manusia dari perbuatan baik. Pertama-tama, ia berusaha menghalangi kebaikan dan perbuatan yang bermanfaat, dan menyodorkan kesengan dunia sebagai tujuan hidup satu-satunya. Kemudian, ia bersungguh-sungguh menghalangi manusia dari melihat kebaikan dan maksud yang terkandung di balik setiap peristiwa.
Bagaimanapun juga, begitu banyak keberkahan yang diberikan cuma-cuma kepada seseorang hingga ia tidak akan bisa menghitungnya. Sejak lahir, manusia dianugerahi keberkahan yang tak terhitung dari Tuhannya, anugerah yang tidak ada henti sepanjang hidupnya. Itulah mengapa, orang beriman yang menjadikan Tuhan mereka sebagai satu-satunya kawan dan pelindung mereka akan memberikan rasa percaya mereka sepenuhnya kepada Allah. Ketika sesuatu terjadi tidak sesuai keinginan, mereka sadar bahwa ada kebaikan di dalamnya. Mereka bersabar bahkan sekalipun saat mereka tidak bisa langsung menemukan maksud Ilahiah di balik kejadian tersebut. Seperti yang dikatakan Nabi saw., “Mintalah pertolongan Allah dari kesulitan akan malapetaka yang hebat.” (Bukhari). Tak peduli apa pun yang terjadi pada mereka, orang-orang beriman tidak pernah memberontak atau bahkan mengeluh. Mereka selalu mengingat bahwa kejadian yang berlawanan dengan keinginan mereka itu akan menjadi keberkahan bagi mereka. Dan dengan kehendak Allah, kesulitan tersebut pada akhirnya terbukti menjadi tolak ukur utama dalam kehidupan mereka dan membawa kepada keselamatan abadi.

Kesimpulan

Orang-orang beriman sepenuhnya hidup dalam kepatuhan kepada Allah. Mereka menyadari bahwa dalam setiap detik kehidupannya segala hal diciptakan oleh Allah dan telah ditentukan sebelumnya oleh Dia dengan rencana tertentu. Walaupun orang-orang beriman dapat menghadapi segala macam kesulitan dan cobaan sepanjang hidupnya, mereka tidak pernah menyesal dan berkata, “seandainya ini tidak terjadi padaku”. Mereka percaya bahwa suatu tujuan Ilahiah dan kebaikan akan ditemukan dalam setiap kejadian. Karena itulah, bahkan dalam keadaan yang sangat menekan, mereka hidup dalam kedamaian pikiran. Bagaimanapun juga, kaum kafir yang tidak menyadari kebenaran ini, merasa sangat khawatir saat berhadapan dengan sebuah peristiwa yang menurut mereka buruk. Keputusasaan menghantui hidup mereka. Sesuai fitrah, kenyataannya manusia tidak henti-hentinya mencari kedamaian dan kenyamanan hidup dari penderitaan fisik dan spiritual yang disebabkan oleh kesulitan, stress, dan kesedihan. Namun kepedihan, tekanan, dan keputusasaan yang ditimpakan kepada seseorang yang tidak yakin kepada Allah atau tidak mencoba melihat kebaikan dalam apa yang menimpanya, akan sangat mengganggu hidupnya. Ia tidak akan dapat membebaskan dirinya dari ketakutan akan masa depan, kematian, dan kemiskinan.
Keselamatan manusia hanyalah didapat dengan mengingat bahwa Allah menciptakan setiap kejadian demi tujuan-tujuan Ilahiah dan kebaikan tertentu. Seorang mukmin meyakini keimanannya kepada Allah dengan sebenar-benarnya iman, karena ia memahami hal tersebut. Ia bersikap sebagai hamba sejati bukan hanya karena ia bertahan dalam keadaan ini, tetapi ia menjalaninya dengan penuh kesabaran. Selalu berusaha dekat dengan Allah, berdo’a, dan meyakini-Nya, serta berharap bahwa segalanya datang dari Allah, adalah merupakan sifat-sifat istimewa orang-orang beriman.
Di dunia ini, tempat dimana kita menunggu dibukanya gerbang surga, seorang mukmin menghadapi berbagai macam keadaan sebagai bagian dari cobaan hidupnya. Selama cobaan ini, ia memimpin dirinya dengan tanggung jawab kepada Allah dan berusaha keras untuk mendapatkan keridhaan Allah dan surga-Nya. Ia menjauhi nereka, takut kepada Allah, dan melihat kebaikan dalam segala yang terjadi pada diri dan sekitarnya. Walaupun misalnya ia tidak dapat melihat kebaikan itu, ia selalu ingat bahwa Allah-lah yang mengetahui segalanya, bagaimanapun keadaannya. Seorang mukmin adalah suatu zat yang telah diturunkan ke dunia dari surga melalui ketiadaan waktu. Itulah dalam pandangan Allah. Di sinilah ia tinggal untuk jangka waktu yang singkat, sampai ia diijinkan Allah untuk masuk ke dalam peristirahatan terakhirnya. Allah mengatakan kepada kita tentang sebuah peritiwa yang pasti akan terjadi pada hamba-Nya yang takut pada-Nya dan selalu melaksanakan tugas-tugas dari-Nya.

“Dan orang-orang yang bertaqwa kepada Tuhan dibawa ke dalam surga berombongan-rombongan (pula). Sehingga apabila mereka sampai ke surga itu sedang pintu-pintunya telah terbuka dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya, ‘Kesejahteraan (dilimpahkan) atasmu, Berbahagialah kamu! Maka masukilah surga ini, sedang kamu kekal di dalamnya.’ Dan mereka mengucapkan, ‘Segala puji bagi Allah yang telah memenuhijanji-Nya kepada kami dan telah (memberi) kepada kami tempat ini sedang kami (diperkenankan) menempati tempat dalam surga di mana saja yang kami kehendaki.’ Maka surga itulah sebaik-baik balasan bagi orang-orang yang beramal. Dan kamu (Muhammad) akan melihat malaikat-malaikat berlingkar di sekeliling ‘Arsy bertasbih sambil memuji Tuhannya; dan diberi putusan di antara hamba-hamba Allah dengan adil dan diucapkan, ‘Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.’” (az Zumar: 73-75)

Allah itu Maha Kuasa dan punya perencanaan atas segala tindakan-Nya. Namun makhluq sekecil manusia sama sekali tidak mungkin bisa memahami semua program Allah itu. Lagi pula Allah sama sekali tidak pernah menugaskan manusia untuk memikirkan sosok Allah dan segala rencananya. Apalagi untuk mengetahui bahwa suatu hal itu termasuk rencana Allah atau bukan. Jelas manusia tidak punya akses.

         Tugas manusia adalah bekerja dan berusaha. Dan dengan demikian, maka tidak ada alasan bagi manusia untuk tidak bekerja, sebab bekerja adalah perintah Allah. Kita tidak bisa mengatakan bahwa hari ini saya tidak mau mencari nafkah, dengan alasan kalau Allah sudah mentakdirkan, pastilah rejeki datang sendiri.

         Ini adalah logika orang yang syirik, sebab dari mana dia tahu bahwa Allah mentaqdirkan atau tidak. Sedangkan Allah sendiri sudah memerintahkan kita untuk bekerja. Artinya rejeki itu hanya akan datang kalau kita bekerja.

         Namun di luar dimensi logika sederhana manusia, kita tetap yakin bahwa Allah telah merancang semua kejadian di dunia ini dengan sangat detail dan rapi. Tapi bukan urusan kita untuk menentukan apakah Allah mengendaki sesuatu atau tidak.

Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma`in, Wallahu A`lam Bish-shawab

Read more...
separador

Total Pageviews

Followers

Entri Populer