Bismillaahirrahmaanirrahiim…
Ditemani rintikan hujan di malam yang mulai kelam, kucoba ketukkan jari-jari ini tuk merangkai kisah perjalanan kemarin. RIHLAH LDK UNJ 1433 H yang selama perjalanan kusebut dengan #SafariDakwah, karena kuharap dan kuyakin bahwa rihlah kali ini bukan sekadar rihlah, tapi melainkan sebuah #SafariDakwah, perjalanan panjang yang mampu membangkitkan kembali spirit tuk berdakwah.
***
Berawal dari sebuah rencana dan keinginan merajut ukhuwwah antarpengurus LDK UNJ 1433 H yang belum pernah kami laksanakan secara bersama dengan serius. Maka di penghujung kepengurusan kami tercetuslah sebuah gagasan untuk mengadakan rihlah ke Pulau Pari, salah satu gugus Kepulauan Seribu. Penetapan hari dan tanggal yang kami ambil bertujuan agar perjalanan menuju pulau tersebut tidak terlalu ramai, Jum’at-Sabtu, 11-12 Januari 2013.
Hasil musyawarah yang dihadiri oleh perwakilan BPH sudah disahkan, dan penginformasian kegiatan rihlah ini pun mulai disebar kepada seluruh pengurus LSO dan LDK UNJ 1433 H. Enam hari pun berlalu. Ternyata masih belum banyak pengurus yang merespon/mengonfirmasi keikutsertaannya. Sms pengingatan pun kembali dikirimkan, dengan bantuan para Kord.Bid. dan juga Salim SMS Center, seluruh pengurus berusaha untuk kami ajak kembali.
Namun, karena banyaknya kendala/aktivitas beragam yang dimiliki oleh masing-masing pengurus, seperti UAS, mengajar, mengisi halaqah, sakit, dan lain sebagainya, akhirnya pada H-1 pun masih dalam hitungan jari yang menyatakan dapat mengikuti agenda rihlah ini.
Detik-detik penentuan jadi atau tidaknya rihlah ini pun semakin mendekat. Informasi mengenai kurang mendukungnya kondisi cuaca (angin kencang, hujan, laut pasang, dan lain-lain) akhir-akhir ini untuk menyebrangi lautan pun datang dari banyak pengurus. Kekhawatiran orang tua akan informasi tersebut juga muncul dari beberapa ortu kami. Semakin membuat keragu-raguan, khususnya bagi diri ini. Untuk menghalau keragu-raguan tersebut kumohon kepada Allah, agar Allah menjaga kami dan memudahkan perjalanan kami ini. Dan aku minta agar ikhwannya mencari informasi kondisi real di sana. Kabar yang didapat, Alhamdulillah, insya Allah sampai saat ini pelayaran masih baik-baik saja. Dan setidaknya info tersebut pun dapat sedikit memberikan ketenangan.
Sepulang dari Sekolah Murabbi, kuhempaskan diri, kemudian kucoba menanyakan dan mengajak kembali beberapa teman yang belum mengonfirmasi kehadirannya pada agenda rihlah ini. Namun, memang takdir Allah menetapkan demikian, usaha tersebut tetap tidak merubah komposisi pengurus yang sudah daftar sebelumnya.
Di tengah keragu-raguan, tiba-tiba handphone-ku bergetar pertanda ada sms yang masuk. Setelah kubuka,ternyata itu sms dari Aini, yang isinya:
Assalamu'alaikum. Run, maaf ganggu malam-malam gini, tadi Aini lupa ngomong, jangan takut Run sama masalah cuaca kan masih ada Allah. Asalkan kita gak berprasangka aja pasti gak akan kenapa-kenapa, terus Aini jadi inget ada kutipan hadits atau ayat Al Qur'an, sesuatu yang ragu-ragu itu haram hukumnya, jadi tinggalkanlah hal-hal yang membuat kamu ragu, jadi jangan ragu, semangat rihlah besok, kirim salam ya ke teman-tean yang lain, selamat bersenang-senang :D. Semangat."
Subhanallah, makasih ya Aini :')
***
Perjalanan pun dimulai. Karena tidur agak larut, rencana untuk bangun jam 03.15 mundur 35 menit. Agak kaget, karena belum mempersiapkan semuanya, baru semalam saja ibu membelikan sepuluh bungkus mie beserta telur dan sukro untuk sarapan hari kedua di tempat tujuan. Hasil kesepakatan malam harinya, kami berangkat menuju Muara Angke dengan cara konfoy motor dari depan kampus (dengan berbagai pertimbangan, salah satunya pertimbangan keuangan :D). Sekitar pukul 05.30, akhirnya aku berangkat dari rumah menuju kampus. Sesampainya di kampus, Mawaddah sudah ada di sana, begitu juga dengan tiga ikhwan LDK (Haris, Hakim, Faiz; mohon maaf sekali ya teman-teman).
Setelah siap, para bikers pun meluncur menuju Muara Angke, melalui jalur: Cempaka Putih --> Senen --> Gambir --> Harmoni --> Grogol --> Pluit --> (setelah itu sudah tidak tau lagi nama-nama daerah sana) hingga akhirnya sampai lah di Muara Angke. Di tengah perjalanan Alhamdulillah aman-aman saja, hanya ada satu kejadian yang saat itu kembali menimbulkan keragu-raguan untuk melanjutkan agenda ini (tapi coba dimantapkan lagi juga sih setelahnya), yaitu, setelah memutar arah menuju Pluit, si HiPer terbawa arus dan memasuki jalur bus way hingga lurus terus kembali ke arah Grogol, astaghfirullah..ckckck.. akhirnya, kami mencari putar balik, dan itu baru ditemukan di bawah fly over Roxy, subhanallah ya..
***
Sesampainya di Muara Angke, motor-motor kami pun diparkir dengan ongkos parkir Rp20.000 (wedew..lumayan ini, tapi tak apalah, daripada daripada). Kemudian kami berjalan melalui genangan air yang berwarna hitam pekat menuju Muara Angke Harbour. Karena tak ingin melaluinya, akhirnya aku dan Mawaddah memilih memtar jalan dan lumayan jadi tidak full bersimbah genangan air hitam tersebut. Sesampainya di Harbour, kudapati beberapa kapal kayu yang agak besar (baru kali ini berdiri di dekat kapal kayu seukuran itu, karena sebelumnya ketika ke Pulau Onrust aku hanya naik perahu kayu yang kecil).
Si Boss mulai bertanya-tanya dan mengadakan diskusi kecil dengan orang kapal. Ternyata, pagi itu tidak ada pelayaran menuju Pulau Pari karena perairan di sana sedang tinggi (hhmm..menghela napas dalam). Sambil menunggu Fika dan Hamid yang masih dalam perjalanan menggunakan angkot (dengan beragam kendala yang dihadapi :D) serta Adhon yang sudah sampai di parkiran, disertai dengan keberangkatan seluruh kapal yang ada di sanadan kabarnya tak ada kapal lagi yang akan berlayar kecuali kappa ikan (hiks hiks :’P) kami mencoba mencari alternatif lain dari kondisi ini.
“What Ever.. Tujuan asasi yang paling penting” kalimat tersebut muncul dalam lintasan pikiranku. Apapun, ke manapun, asal semuanya sepakat it’s okay bagiku.
Setelah bermusyawarah dan mencari info dari beberapa orang, akhirnya diputuskan kami akan lanjut menuju Tanjung Pasir, Tangerang. Infonya dari sana juga ada perahu yang bisa mengantarkan kami ke Pulau Pari. Bismillaah, dengan modal kepasrahan atas semua ketetapan Allah, informasi dari bapak-bapak di Muara Angke, serta Peta Manual dan GPS kami mulai memasuki Dunia DORA (hadeuuh..haha..).
***
Perjalanan kami dari Muara Angke menuju Tanjung Pasir dapat dikatakan cukup panjang tetapi lancar, hanya sesekali salah ambil arah, tapi itu pun tidak terlalu jauh salahnya. Hingga akhirnya (jeng jeng.. jeng jeng..) sampailah kami di Dermaga Tanjung Pasir. Di sana kami tidak langsung berangkat mengarungi lautan. Karena ada berbagai pertimbangan dan musyawara kecil yang kami lakukan kembali hingga akhirnya muncullah kesepakatan untuk berangkat menuju Pulau Untung Jawa (tetap dengan harapan dari pulau tersebut kami bisa naik perahu lagi menuju Pulau Pari, karena kabarnya Pula Untung Jawa dekat dengan Pulau Pari).
Angin dan ombak terasa agak kencang saat itu. Dengan kembali berserah diri kepada Allah, kami pun mulai berlayar. Bismillaahi majreeha wamursaha inna Rabbi laghafuururrahiim..
Waw, subhanallah.. Perahu kayu yang kami naiki saat itu sangat terasa goyangannya (karena hempasan angin dan ombak). Tapi, aku sangat menikmatinya. Beberapa kali sempat kudokumentasikan keindahan alam ciptaan Allah ini dalam bentuk foto dan video. Sepanjang pelayaran, tak hentinya kuterkagum-kagum dengan beragam panorama tersebut, mulai dari liukan ombak yang cukup tinggi, burung-burung yang beterbangan, serta pulau di seberang lautan yang begitu rimbun ditumbuhi oleh pepohonan (dan aku baru tau kalau pulau tersebut bernama Pulau Rambut)
Sesampainya di Pulau Untung Jawa, para ikhwan langsung mencar masjid terdekat karena sebentar lagi akan memasuki waktu shalat Jum’at. Sedangkan akhawatnya beristirahat di pendopo dekat dermaga dan dilanjutkan dengan makan siang (yang juga merupakan sarapan) di warung yang tak jauh dari dermaga. Ketika melihat warung tersebut, terdecak agak takjub “Ihh, subhanallah, ada plang Asmaul Husna” sepertinya plang-plang bertuliskan Asmaul Husna tersebut pun terpasang, di pinggiran jalan pulau tersebut, karena di satu plang hanya terdapat enam Asmaul Husna.
Setelah selesai makan dan shalat Jum’at pun selesai, akhawatnya segera bersiap menuju masjid untuk menunaikan shalat Zhuhur, dan gentian sekarang ikhwannya yang makan. Setelah selesai shalat Zhuhur dan Tibas, rasa lelah itu mulai menghampiri, kebingungan pun berkecamuk di dalam pikiran karena teringat informasi dari ibu-ibu warung bahwa perahu ke Pulau Pari tidak berlayar hari ini (suntuk, penat, dan ngantuk sangat jadinya saat itu). Dengan kondisi seperti itu, akhirnya diputuskanlah untuk menginap di pulau tersebut. Setelah dapat penginapan (tempatnya seperti kost-kostan) masing-masing (ikhwan-ikhwan, akhwat-akhwat) beristirahat.
***
Sore harinya, ba’da shalat Ashar kami tekadkan untuk menjalani kegiatan ini dengan sebaik-baiknya. Ikhwannya sudah jalan terlebih dahulu menjelajahi pinggiran pulau. Kabarnya ternyata ada pasir putih di pantainya (waw, Alhamdulillah..) akhawatnya pun bersiap-siap menuju pantai yang ternyata juga banyak dihidupi oleh beragam biota laut seperti kepiting, timun laut, keong, ikan-ikan kecil, ganggang, dll.
Setelah puas membuat beragam tulisan di pasir, dan menjelajahi karang di tepi pantai (saat itu banyak ibu-ibu dan anak-anak yang sedang mencari sejenis tumbuhan laut gtu di sana), kami (akhawatnya) memutuskan untuk menelusuri pinggiran pantai. Setelah berjalan beberapa meter, pasir putihnya kini berganti dengan serpihan batu karang (berasa berjalan di atas pecahan beling, coz seperti bunyi-bunyi beling yang diinjak=injak gtu pas jalan di atasnya) sampai akhirnya ternyata tidak ada akses untuk terus berjalan di tepian pantai karena sudah dipenuhi oleh padang mangrove.
Akhirnya kami masuk mengikuti jalan setapak, berjalan di pinggiran tambak (atau apalah itu namanya) hingga menjumpai beberapa rumah warga. Saat itu kami tak tau arah, tujuan kami hanya untuk mencari pantai di pinggiran Pulau Untung Jawa bagian Barat untuk menyaksikan sunset yang sebentar lagi akan terjadi. Sempat bingung memilih jalan mana yang benar, dengan mengandalkan feeling dan kesoktahuan (saya kadang suka sok tau nih) serta kepercayaan bersama dalam menentukan pilihan akhirnya kami menjumpai sebuah dermaga dengan hamparan pantai yang dihiasi pasir putih serta beberapa mainan (seperti ayunan, njot-njotan, dsb) di sekitarnya. Dan sunset pun mulai terlihat begitu menawan.
Saat itu kuputuskan untuk tidak ikut bermain air, aku lebih memilih untuk mengabadikan keeksotikan sunset di tepian pantai dengan kamera handphone-ku sambil memandangi langit yang sesekali dilewati oleh beragam jenis burung yang beterbangan. Begitu kudibuatNya terpesona dengan keindahan alam di sebrang Pulau Jawa ini. Maha Suci Allah dengan segala KeagunganNya.
Malam harinya, kami (akhawat) memilih untuk berdiam diri di kamar. Selain karena desiran angin yang terdengar begitu kencang, kami pun beristirahat, kembali memulihkan tenaga untuk menjemput petualangan luar biasa keesokan harinya. Saat itu aku bilang kepada akhawat yang lain, “Aku jadi mau main-main air, apa lagi klo bisa naik Banana Boat.” Semoga hari esok benar-benar semakin luar biasa.
***
Setelah Qiyamul Lail, shalat Shubuh dan Tibas dan saat fajar mulai menyingsing, kami bergegas menuju bagian timur Pulau Untung Jawa, aku berlari ke luar kamar untuk menyaksikan sunrise, untuk mengabadikannya (lagi-lagi melalui kamera handphone-ku, karena aku tak membawa serta kamera digital dalam perjalanan kali ini).
Tadinya kami mau ke ujung dermaga, tapi ternyata sudah dikuasai oleh ikhwan-ikhwannya (ya sudah lah, apa boleh buat). Namun, kami tak kehilangan tekad, semangat, dan ide brilliant. Kami justru menemui tempat yang lebih menantang, kami tapaki bebatuan yang dirakit dengan kawat-kawat dari tepi pulau membentang menyerong ke lautan, dan dari sana kami justru dapat menyaksikan sunrise yang begitu menawan. Masya Allah :’)
***
Setelah matahari tak muncul lagi karena tertutup awan yang agak mendung di kejauhan, kami pun beranjak meninggalkan ujung bebatuan tersebut menuju warung tempat pertama kali kami makan untuk meminta dibuatkan mie goreng sebagai sarapan (akhirnya mie gorengnya bisa dimasak juga). Setelah mie matang, kami pergi menuju dermaga yang berpantai indah tempat kemarin sore kami menikmati sunset. Ternyata airnya pasang dan menggenangi pasir pantai. Maka, kami putuskan untuk sarapan di ujung dermaganya saja.
Ditemani desiran ombak yang jauh lebih bersahabat dan lintasan burung di langin yang menghampar luas, kami sarapan bersama. Empat akhwat alumni LDK, empat akhwat MIPA, ya kami adalah akhawat MIPA alumni LDK UNJ 1433 H dan MUA 1432 H..haha :p
Seusai sarapan, ternyata Banana Boat yang kemarin sore ditutupi terpal di tepi pantai kini sudah dibuka dan motor boat-nya pun sudah datang, setelah bermusyawarah (semua kesepakatan dimusyawarahkan bersama J) kami fix naik Banana Boat. Sebelum benar-benar naik, kami minta izin sama ikhwannya untuk pulang jam 10 lewat (coz tadinya kami berencana kembali dijemput perahu menuju daratan Pulau Jawa, sekitar jam 9). Setelah oke, kami (akhawatnya) langsung meluncurrr..
Subhanallah, ini pertama kalinya naik Banana Boat bagiku. Keren n seru abiss pokoknya. Terhempas dari atasBanana Boat, mengambang di tengah lautan, berenang dengan pelampung, waaaaaaaa, mau lagi dan lagi..
Setelah selesai, kami pun segera bersih-bersih dan beres-beres. Setelah selesai semuanya, dan sebelumnya sudah berkali-kali semua handphone ditelpon oleh semua ikhwannya. Akhirnya denga berat hati kami beranjak menuju dermaga, menaiki perahu kayu berwarna biru tuk arungi lautan dengan hempasan ombak yang mendayu-dayu.
***
Sesampainya di Tanjung Pasir, kami beristirahat sejenak, makan otak-otak ikan dan meminum es kelapa muda (yang sejak Jum’at sudah diidam-idamkan oleh Mawaddah Warahmah :P). Lalu kami memulai perjalanan pulang sebagai anak motor lagi, prediksi tiga jam baru sampai rumah (subhanallah, dahsyad. Ini perjalanan terlamaku mengendarai HiPer).
Baru beberapa ratus meter kami mengendarai motor, adzan Zhuhur berkumandang. Kami pun menepi dan shalat Zhuhur di sebuah masjid yang berada di area sebuah SMA Islam di daerah sana. Seusai shalat Zhuhur kami kembali melaju ditemani kemacetan yang menghiasi kota Tangerang dan Jakarta menuju #BaitiJannati, menjemput #SafariDakwah yang sesungguhnya.
Yup, rihlah kali ini bukan sekadar rihlah, tapi ini adalah bagian dari #SafariDakwah.
Untukmu Seluruh Sahabat Juang Kebaikan, semoga Allah menghimpun kita kembali di Surganya yang kekal abadi, yang pasti sangat jauh lebih indah dan menawan dari sekadar Pulau Untung Jawa ataupun Pulau Pari..
Cassava Garden, 13 Januari 2013. 2.00 AM
kni12.keren~
NB: utk foto2nya, bisa liat di mari -->>http://www.facebook.com/media/set/?set=a.575474115799755.153497.100000115154330&type=3